Pemanfaatan Khamar Untuk Obat

by Unknown , at 03.27 , has 0 komentar
Pemanfaatan Khamar Untuk Obat,- Sudah menjadi sunnatullah, bahwa di samping Allah SWT membuat penyakit, juga membuat obat yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Ada beberapa hadits Nabi Saw yang memberitahukan kita tentang hal itu. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw bersabda:

Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali juga menurunkan obatnyaa [HR. Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah].

Disamping hadits tersebut masih ada beberapa hadits yang senada, seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Usamah bin Syarik ra, Ibnu Mas'ud, dan Jabir ra. Hadits yang berasal dari Jabir ra ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Semua hadits itu merupakan sebuah khabar dari Rasulullah Saw bahwa setiap penyakit ada obatnya. Ini merupakan dorongan dari Rasulullah Saw untuk melakukan upaya dalam menghasilkan obat yang bisa mengantarkan kesembuhan dengan izin Allah. Penyakit itu dari Allah, demikian juga obatnya pun Allah. Sedangkan kesembuhannya terjadi atas izin Allah, bukan karena obat tersebut. Allah menjadikan dalam obat terdapat khasiat yang bisa menyembuhkan. Hanya saja, hadits-hadits tersebut tetap dipahami sebagai irsyad (penjelasan) dan bukan sebuah tuntutan yang bersifat wajib.

Memang, berobat sebagai upaya untuk menyembuhkan penyakit merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh syara'. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Usamah bin Syarik, ada seorang Badui yang datang kepada Rasulullah dan bertanya,

Apakah kami tidak berobat? Rasulullah menjawab: ‘Ya. Wahai hamba Allah berobatlah, karena sesungguhnya Allah tidak membuat penyakit kecuali juga membuat obat baginya, kecuali satu penyakit. Mereka bertanya,w ‘Apakah itu wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘al harm’. [HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dan Tirmidzi].

Meskipun hadits ini menunjukkan sebuah thalab (tuntutan) untuk mengerjakan, tetapi tidak secara otomatis menunjukkan hukum wajib. Sebab, hukum wajib tidak hanya dipahami dengan sekedar ada tuntutan, tetapi harus ada qarinah (indikasi) yang menunjukkan bahwa tuntutan itu bersifat jazim. Dalam hadits di atas, --dan hadits lainnya yang senada-- tidak didapati qarinah yang menunjukkan wajib. Justru ada hadits yang menunjukkan kebolehan tidak berobat. Dari Imran bin Husain bahwa Rasulullah Saw bersabda:

Sebanyak tujuh puluh ribu dari umatku akan masuk surga tanpa dihisab. Mereka bertanya,"Siapakah mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,"mereka adalah orang-orang yang tidak meminta dibuatkan jimat, tidak meramal, dan tidak berobat. Mereka bertawakal hanya kepada Tuhan mereka. [HR Imam Muslim]. Pemanfaatan Khamar Untuk Obat

Hadits ini menunjukkan bolehnya tidak berobat, karena kelompok yang masuk surga tanpa hisab adalah orang yang tidak berobat, dan mereka bertawakal kepada Allah terhadap perkara yang mereka hadapi. Demikian pula, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah Saw didatangi seorang wanita yang menderita penyakit ayan (epilepsi) dan tersingkap pakaiannya bila penyakitnya sedang kambuh, agar beliau mendoakan kesembuhannya, Rasulullah berkata:

Apabila kamu mau bersabar, kamu memperoleh surga, dan apabila kamu mau aku akan berdoa kepada Allah untuk menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Saya akan bersabar. (Pakaian) saya tersingkap (apabila sedang terserang ayan), maka doakanlah supaya saya tidak tersingkap.” Kemudian Rasulullah mendoakannya.  [HR. Imam Bukhari].

Dua hadits tersebut menunjukkan kebolehan tidak berobat. Berarti itu menunjukkan bahwa dorongan Rasulullah untuk berobat dengan menyebutkan bahwa setiap penyakit ada obatnya, dan perintah beliau kepada orang Badui untuk berobat tidak bersifat jazim. Dengan demikian hukum berobat adalah mandub atau sunnah (Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam Hukum as Syar'i fi Istinsakh, hal 41). 

Barang-barang haram dan najis makruh digunakan untuk berobat, tidak haram. Sebab, ada ta’arudl (pertentangan) arah antara satu dalil dengan dalil yang lainnya. Dalil-dalil yang menunjukkan keharaman berobat dengan benda haram adalah sebagai berikut:

            Dari Wail bin Hujr, bahwa Thariq bin Suwaid al-Ju’fi bertanya kepada Nabi saw tentang khamer, lalu Nabi melarang dia untuk menggunakannya. Lalu ia berkata, “Aku hanya menggunakannya untuk berobat.”  Lalu Nabi Saw menjawab, “Sesungguhnya khamer itu bukan obat, malah sebenarnya ia adalah penyakit.” [HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud].

Dari Abu Darda’ dituturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,Sesungguhnya Allahlah yang menurunkan penyakit dan juga obat. Dan ia mengadakan untuk setiap penyakit obatnya. Oleh karena berobatlah, namun janganlah berobat dengan barang haram.

            Sedangkan dalil-dalil yuang menunjukkan kebolehan menggunakan barang haram untuk berobat adalah riwayat-riwayat berikut ini.

            Dari Anas ra, bahwa Rasulullah Saw pernah memberikan kelonggaran kepada Abdurrahman bin Aur dan Zubair untuk memakai baju dari sutra dalam perjalanan karena terkena penyakit gatal. [HR. Bukhari].

            Seorang laki-laki diharamkan oleh Rasulullah memakai sutra. Rasulullah Saw bersabda, Emas dan sutra itu dihalalkan bagi umatku yang perempuan dan diharamkan bagi yang laki-laki.” [HR. Ahmad dan Tirmidzi]. Namun demikian, akan tetapi dalam kondisi sakit atau untuk pengobatan seorang laki-laki boleh menggunakannya. 

            Dalam shahih Bukhari disebutkan bahwa ada sekelompok orang dari suku ‘Ukail dan ‘Uzainah mendatangi Rasulullah Saw di Madinah dan menyatakan untuk masuk Islam. Namun, mereka akhirnya jatuh sakit.  Selanjutnya, Rasulullah Saw memerintahkan mereka untuk mencari onta, dan menyuruh mereka untuk meminum susu dan air kencingnya (lihat juga, di Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz III, hal. 109, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani).

            Kelompok hadits pertama berisikan larangan untuk berobat dengan barang-barang haram.  Sedangkan kelompok hadits kedua, membolehkan kaum muslim untuk menggunakan benda-benda haram untuk berobat (tadawiy). Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan, “Untuk mengkompromikan hadits-hadits ini, maka pelarangan berobat dengan menggunakan benda najis dan haram, hanya sebatas dimakruhkan saja. Sebab, pelarangannya tidak bersifat pasti.” Walhasil, hukum berobat dengan benda haram dan najis, tidak sampai jatuh kepada hukum haram, akan tetapi hanya maruh saja. Pemanfaatan Khamar Untuk Obat.


Pemanfaatan Khamar Untuk Obat
About
Pemanfaatan Khamar Untuk Obat - written by Unknown , published at 03.27, categorized as Masailul Fiqhiyyah . And has 0 komentar
0 komentar Add a comment
Bck
Cancel Reply