Hukum Air Kencing Binatang/Hewan

by Unknown , at 06.57 , has 0 komentar
Para fuqaha sepakat tentang najisnya air kencing dan tinja manusia, dan juga air kencing dari tahi binatang yang dagingnya tidak halal dimakan, berdasarkan suatu riwayat bahwasanya :

Ada seorang Arab Badui datang, lalu kencing di salah satu sudut masjid, maka orang-orang pun menghardiknya, Namun, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mereka. Setelah orang Badui tadi menyelesaikan kencingnya, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh ambilkan seember air, lalu dituangkan padanya.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam :

"Tuntaskan diri kamu sekalian dari air kencing. Karena, sesungguhnya kebanyakan siksa kubur itu dikarenakan air kencing (yang tidak bersih tuntas)"



Dan, sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Ammar bin Yasir Radhiyallahu Anhumar.

"Sesungguhnya pakaian itu hanya perlu dicuci dari lima hal: dari tinja, air kencing, muntahan, darah dan air mani."

  • Air Kencing dan Tahi Binatang Yang Halal Dimakan
Namun, selanjutnya mereka berselisih pendapat tentang najis-tidaknya air kencing dan tahi binatang yang dagingnya halal dimakan. Dan, begitu pula tentang tahi burung.

Dalam hal ini para ulama madzhab Maliki dan Hanbali, dan juga Muhammad bin Al-hasan dan Zufar dari madzhab Hanafi berpendapat, bahwa air kencing dan tahi binatang yang halal dimakan adalah suci selagi binatang yang bersangkutan masih hidup atau telah disembelih, berdasarkan hadits tentang para delegasi dari Urainah yang mengalami gangguan kesehatan, dimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh mereka meminum air kencing dan air susu unta. Andaikan  materi-materi yang disuruh minum itu najis, tentu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam takkan menyuruh mereka meminumnya.

Alasan lainnya, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melakukan shalat di wilayah kandang kambing. Dan, andaikan air kencing dan tahi binatang yang dagingnya halal dimakan itu najis, tentu biji-biji itu takkan selamat dari kencingnya.

Hukum Air Kencing Binatang HewanSementara itu Abu Hanifah dan Abu Yusuf berpendapat, bahwa air kencing binatang yang dagingnya tidak halal dimakan adalah najis ringan (mukhaffafah). Adapun tahinya, menurut Abu Hanifah adalah najis berat (mughallazhah), sedang menurut Abu Yusuf najis ringan (mukhaffafah).

Tapi, harap diketahui, perbedaan antara najis ringan dan najis berat dalam pandangan para ulama madzhab Hanafi, adalah bahwa yang dimaafkan sekian banyak itulah najis ringan, sedangkan yang dimaafkan sedikit adalah najis berat. Jadi, bukan ditinjau dari cara mensucikannya. Karena, dalam pandangan mereka cara mensucikan tidak berbeda antara najis berat dan najis ringan.

Adapun tahi burung yang tidak halal dimakan madzhab Hanafi adalah najis ringan, sedang tahi burung yang halal dimakan adalah suci, selain ayam, bebek piaraan, dan angsa. Ketika unggas ini tahinya adalah najis berat karena berbau busuk.

Sedangkan para ulama madzhab Syafii berpendapat, bahwa air kencing dan tahi binatang yang halal dimakan pun tetap najis, dan begitu pula tahi burung. Karena, telah diriwayatkan bahwasanya ketika didatangkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dua butir batu dan tahi binatang untuk ber-istinja, ternyata beliau mengambil dua butir batu itu, dan menolak tahi burung seraya berkata:

"Ini kotor."



Maksudnya, ini najis.

Adapun kalau Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh para delegasi dan Urainah supaya meminum air kencing onta, itu tak lain sebagai obat. Dan, berobat dengan barang najis itu diperbolehkan ketika tidak ada obat lain yang suci, kecuali dengan khamr (minuman keras) murni.

Lain dari itu, najisnya air kencing dan tahi binatang yang dagingnya halal dimakan, adalah dikarenakan keduanya termasuk makanan yang mengalami perubahan dalam perut. Dan, setiap yang mengalami perubahan dalam perut adalah najis. (Lihat : Musthalahat, materi : Dzaraq h. 3-5, dan Rauts h, 2-3).

Permaslahan-permasalahan seputar Kencing hewan dan Binatang:

1.  Di dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa tinja dan kencing dari apa-apa yang tidak dimakan dagingnya adalah najis, apa saja yang termasuk di dalam apa-apa yang tidak dimakan dagingnya tersebut?
2.  Apakah tinjanya onta najis?
3.  Apakah anjing dimakan dagingnya?, mengapa? dan apakah tinjanya najis?
Jawaban Al-Ustadz Dzulqornain Abu Muhammad
Pertanyaan antum kami jawab secara berurut sebagai berikut :
Perlu diketahui bahwa kadang seorang ‘alim, dalam suatu permasalahan, ia menyimpulkan kuatnya salah satu pendapat di dalam permasalahan tersebut, kemudian ia pun membuat suatu kaidah berdasarkan pendapat yang rojih (kuat) menurutnya.
Dan kadang kalau kita teliti, ternyata ada perbedaan pendapat yang sangat masyhur dalam permasalahan tersebut, maka demikian pula halnya dengan kaidah yang antum sebutkan ini bahwa tinja dan kencing dari apa-apa yang tidak dimakan dagingnya adalah najis, juga merupakan salah satu jenis masalah yang diterangkan di atas dan ternyata pendapat yang rojih dalam permasalahan ini justru bertolak belakang dengan apa yang tersebut dalam kaidah yang disebutkan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Para ‘ulama sepakat bahwa tinja dan kencing manusia adalah najis dan dalil tentang najisnya tinja dan kencing manusia ini sangat banyak sekali.
Kami akan sebutkan dua dalil yang menunjukkan hal tersebut. Dalil pertama menunjukkan najisnya tinja manusia dan dalil kedua menunjukkan najisnya kencing manusia.
Pertama : Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu beliau berkata sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
“Apabila salah seorang dari kalian datang ke mesjid, maka hendaklah ia membalik sandalnya lalu melihatnya, bila ada kotoran maka hendaknya ia gosokkan ke bumi, lalu iashalat memakai sandalnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang shohih di atas syarat Bukhary-Muslim dan dishohihkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy dalam Al-Jami’ Ash-Shohih Mimma Laisa Fii Ash-Shohihain 2/26-27.
Hukum Air Kencing Binatang Hewan
Sisi pendalilan dari hadits ini adalah bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallammemerintahkan supaya mensucikan sandal dari kotoran manusia ini dengan cara digosokkan di bumi. Ini menunjukkan bahwa kotoran manusia adalah najis dan salah satu cara mensucikannya adalah dengan menggosokkannya ke bumi sampai hilangnya najis itu.
Dalil Kedua : Hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim dan hadits Anas riwayat Muslim tentang kisah A’roby (orang pedalaman) yang kencing di mesjid kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk mengambil satu timba besar berisi air lalu menuangkannya di atas kencing A’roby tersebut.
Sisi pendalilan dari hadits ini adalah bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallammemerintahkan supaya menuangkan air di atas kencing tersebut untuk mensucikan tempat itu. Ini menunjukkan bahwa kencing manusia adalah najis.
Maka dari dua dalil di atas bisa disimpulkan najisnya tinja dan kencing manusia.
Adapun tinja dan kencing selain manusia, maka para ulama bersilang pendapat dalam masalah ini. Tapi ada kaidah dikalangan para ulama yang berbunyi : Asal dari segala sesuatu adalah suci, sampai jelas adanya dalil yang menunjukkan kenajisannya.
Maka mari kita melihat adanya atau tidak adanya dalil yang menunjukkan najisnya tinja dan kencing selain manusia.
Adapun tentang tinja maka ada beberapa hadits.
Kesatu : Hadits Salman Al Farisy radhiyallahu ‘anhu riwayat Imam Muslim, beliau berkata :
“Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihiwa alihi wa sallam melarang Istijmar (bersuci dengan menggunakan batu) kurang dari tiga batu dan (melarang) istinja` (bersuci) dengan menggunakan roji’ (kotoran) atau tulang”.
Roji’ dalam hadits ini walaupun bermakna kotoran hewan secara umum, tapi yang diinginkan adalah kotoran hewan tertentu yang dijelaskan dalam hadits kedua berikut ini.
Kedua : Hadits Abdullah bin Mas’uradhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary :
“Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihiwa alihi wa sallam mendatangi tempat buang hajat. Maka beliau memerintahkan saya mengambil tiga batu untuknya. Maka saya hanya mendapatkan dua batu dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya mengambil rautsah, maka beliau mengambil kedua batu tersebut dan melemparkan rautsah dan berkata : Ini adalah riksun (najis)”.
Rautsah adalah kotoran kuda, keledai dan bigho(perkawinan antara kuda dan keledai). Lihat : Lisanul ‘Arab karya Ibnul Manzhur 4/206.
Maka yang najis hanyalah rautsah, adapun selain dari itu tidak ada dalil yang shohih menunjukkan najisnya.
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Imam Syaukany dalam Ad-Darary Al-Mudiyyah1/88.
Adapun untuk kencing selain kencing manusia, tidak ada satu dalil pun yang menunjukkan najisnya. Dan ini adalah pendapat sekelompok ulama yang dikuatkan oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Taimiyah, Asy-Syaukany dan lain-lainnya.
Lihat : Al-Ausath karya Ibnul Mundzir 2/195-200, As-Sail Al-Jarrar karya Asy-Syaukany 1/31-34, Majmu’ Fatawa 20/613-615, Subulus Salam 1/32 dan Syarah Muslim karya Imam Nawawy 3/190.
Tinja onta tidak masuk dalam kategori rautsah maka tidak dianggap najis, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya.
Makan daging anjing hukumnya adalah haram, ada dua alasan menunjukkan haramnya
  1. Anjing terhitung dari As-Siba’ (hewan buas), dan As-Siba’ termasuk hewan yang haram dimakan sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil yang sangat banyak.
  2. Dalam hadits Abu Mas’ud Al-Anshory riwayat Bukhary-Muslim beliau berkata (yang artinya):“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melarang dari harga anjing”.
Kalau harganya terlarang, maka dagingnya pun haram. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah kalau mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu  maka (Allah) haramkan harganya atas mereka”.
Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’iy dalam Musnadnya no.269, Ahmad dalam Musnadnya 1/247, 293 dan 322, Abu Daud no.3488, Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath 2/281, Abu ‘Awanah dalam Musnadnya 3/371, Ibnu Hibban sebagiamana dalam Al- Ihsan no.4938, Ad-Daraquthny 3/7, Al-Baihaqy 6/13 dan 9/353, Ath-Thobarany no.12887, Al- Maqdasy dalam Al Mukhtarah 9/511, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.1475, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 9/44 dan 17/402-403 dan sanadnya shohih sebagaimana dalam Tuhfatul Muhtaj 2/204. Lihat : Ad-Darary Al-Mudhiyyah.

Sumber : Awas Najis, Agar ibadah anda tak sia-sia karena najis, Wizarah al-awqaf wa asy-syu'un al-islamiyah Kuwait.,- Pembahasan tentang kencing binatang ini dibahas juga di kitab nailul awtar
http://kaahil.wordpress.com/2010/02/07/najiskah-tinja-dan-kencing-binatang-yang-tidak-dimakan-dagingnya-apakah-tinja-onta-najis-hukum-memakan-daging-anjing/


Hukum Air Kencing Binatang/Hewan
About
Hukum Air Kencing Binatang/Hewan - written by Unknown , published at 06.57, categorized as Fiqih Ibadah . And has 0 komentar
0 komentar Add a comment
Bck
Cancel Reply