Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi 4 golongan :
a. Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian (musafir) yang boleh baginya mengqashar (meringkas) sholat. Tidak puasa bagi mereka adalah afdhal (lebih utama), tapi wajib mengqadha (mengganti) di lain hari. Namun, jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta’ala :
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. . (QS. Al Baqarah :184)
b. Wanita haidh dan nifas; mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha (mengganti) di lain hari sebanyak hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka puasanya tidak sah.
Sabda Rasulullah r ketika mesifati wanita :
أَ لَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَ لَمْ تَصُمْ ؟ قُلْنَ : بَلَى ، قَالَ : فَذَلِكَ نُقْصَانِ دِيْنِهَا
“Bukankah jika dia haidh, tidak sholat dan tidak puasa ? Jawab para wanita : “Benar”. Beliau berkata : “Itulah kurang sempurnanya agamanya .” (HR. Muslim)
c. Wanita hamil dan menyusui; jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus mengqadha dan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin untuk settiap hari yang ditinggalkan. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus mengqadha saja. Berkata Ibnu Umar t :
اَلحَامِلُ وَ الْمُرْضِعُ تُفْطِرُ وَ لاَ تُقْضِي
“Wanita yang hamil dan yang menyusui boleh berbuka (tidak puasa) dan tidak perlu mengqodho”. (Daruquthni)
d. Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Firman Allah Ta’ala :
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al Baqarah :184)
Berkata Ibnu ‘Abbas :
رُخِصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ وَ الْعَجُوْزِ الْكَبِيْرَةِ فِيْ ذَلِكَ وَهُمَا يُطِيْقَانِ الصَّوْمَ أَنْ يُفْطِرَا إِنْ شَاءَا وَ يُطْعِمَا كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَ لاَ قَضَاءَ عَلَيْهِمَا
“Diberi keringanan bagi laki-laki dan wanita yang lanjut usia dalam hal itu yang keduanya tidak mampu berpuasa, maka mereka boleh berbuka (tidak puasa) bila menghendaki, dan memberi makan satu orang miskin setiap harinya, serta tidak perlu mengqodho.” (HR. Abu Dawud)
Adapun orang yang meninggal dunia dan masih memiliki hutang puasa Ramaadhan, maka diqodho oleh walinya. Sabda Rasulullah e :
مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa yang meninggal dunia dan memiliki hutang puasa maka walinya berpuasa untuknya.” (HR. Bukhary dan Muslim)