Pertanyaan dari Haji Abdul Gani, D.
Jl. Karangpaci Rt. 3 no. 27 Buntok Kal.Sel.
Pertanyaan:
- Kapankah waktu membayar dam, sebab diantara kita, ketika membayar dam berbeda-beda, dan siapa yang wajib bayar dam? Mohon dijelaskan lengkap dengan dalilnya!
Jawab:
i. Jama’ah haji yang melakukan haji Tamattu’, atau haji Qiran, wajib membayar dam, berupa seekor kambing, dan disembelih pada hari nahar (10 Zulhijjah) sebelum tahallul, atau apda hari tasyriq, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis:
وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ (أخرجه أحمد: 16151)
“Seluruh hari tasyriq merupakan hari penyembelihan”. (ditahrijkan oleh Ahmad)
Jika tidak mampu menyembelih kambing, maka harus diganti dengan puasa 10 hari. Tiga hari dikerjakan di Makkah, pada waktu haji, dan tujuh hari dekerjakan setelah kembali ketempat asal. Sebagimana disebutkan dalam firmanNya:
...فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ...
“…Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji, ia wajib menyembelih korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka ia wajib berpuasa tiga hari pada masa haji, danntujuh hari apabila telah pulang kembali, itulah sepuluh hari penuh”. (al-Baqarah (2): 196)
ii. Jama’ah haji yangb masih dalam keadaan ihram, tetapi melakkan mencukur/memotong rambut, memotong kuku, memakai pakaian berjahit, memakai parfum (wangi-wangian), wajib membayar dam dengan memilih salah satu diantara menyembelih seekor kambing, berpuasa tigahari, atau memberi makan 6 orang miskin, masing-masing 3 sha’ (9,3 liter), sebagaimana diatur dalam firman Allah:
...فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ .
.
.
“Barangsiapa diantara kamu sakit, atau terdapat penyakit dikepalanya, wajiblah ia membayar fidyah, yaitu puasa, bersedekah atau menyembelih kambing”. (al-Baqarah (2): 196)
Dalam hadis Nabi disebutkan lebih rinci:
Dalam hadis Nabi disebutkan lebih rinci:
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِهِ زَمَنَ الْحُدَيْبِيَةِ فَقَالَ لَهُ آذَاكَ هَوَامُّ رَأْسِكَ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْلِقْ رَأْسَكَ ثُمَّ اذْبَحْ شَاةً نُسُكًا أَوْ صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ أَوْ أَطْعِمْ ثَلَاثَةَ آصُعٍ مِنْ تَمْرٍ عَلَى سِتَّةِ مَسَاكِينَ (أخرجه مسلم)
“Dari Ka’b bin ‘Ujrah, bahwa Nabi saw bersabda:” Cukurlah rambutmu, kemudian sembelihlah seekor domba sebagai ibadah, atau berpuasalah 3 hari atau memberi makan sebanyak tiga sha’ kurma kepada 6 orang miskin”. (ditahrijkan oleh Muslim, kitab al-Hajj)
iii. Jama’ah haji yang terhalang jalannya sehingga tdak dapat meneruskan haji atau umrah, wajib membayar dam dengan cara menyembelih seekor kambing dan mencukur rambut, dan penyembelihannya ditempat terhalang, sebagimana disebutkan dalam firmanNya:
..فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ
“Apabila kamu terhambat (terhalang olehmusuh atau karena sakit) maka (sembelihlah kurban) yang mudah didapat, dan janganlah mencukur kealamu sebelum kurban sampai ditempat penyembelihannya”. (al-Baqarah (2): 196
iv. Apbila membunuh binatang liar, wajib membayardam denga menyembelih binatang yang nilainya sebanding dengan binatang liar yang dibunuhnya, dan penyembelihannya dilakukan ditanah haram. Apabila tidak dapat menyembelih binatang, maka diganti dengan memberi makan fakir miskin seniali binatang yang dibunuh, atau berpuasa sebanyak hari nilai binatang yang dibunuh, dengan perhitungan, setiap seperempat sha’ (gantang) sama dengan satu hari, sebagimana disebutkan dalam:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ...
“Hai orang-orang yang beriman, jangnlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantar kamu membunuhnyadengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbnag dengan burun yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil diantara kamu sebagai hadya, yag dibawa sampai Ka’bah, atau denda membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seibang dengan mekanan yang dikeluarkan itu, supay dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya …(al-Ma’idah (5): 95)
v. Apabila mengumpuli isteri sebelum tahallul, maka selain hajinya batal, ia jiga wajib membayar dam, dengan cara menyembelih unta, jika tidak bisa, diganti dengan menyembelih sapi, jika tidak bisa, diganti dengan menyembelih tujuh ekor kambing. Jika tidak bisa juga, diganti dengan berpuasa sebanyak nilai unta, dengan perhitungan setiap seperempat sha’ (gantang) sama dengan satu hari. Cara ini berdasarkan ftawa Umar, Ali dan Abu Hurairah.
- Menurut seorang muballigh, ganjaran salat di masjid al-Haram adalah 100.000 lipat bila dibandingkan dengan ganjaran salat dimasjid lainnya, sedang menurut muballigh lainnya, ganjarannya sama. Mohon penjelasan dengan dalil-dalilnya!
Jawab:
Jika dilihat dari latar belakang pembangunannya, maka masjid dapat dibagi menjadi dua macam:
- Masjid yang dibangun atas dasar taqwa; masjid inilah tempat ibadah yang diridahi Allah SWT, sebagaimana ditegaskan dalm firmannya:
...لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ...
“. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya”
- Masjid yang dibangun ats dasar kemadaratan; masjid inilah yang disebut masjid dirar, sebagimana disebutkan dalam firmanNya:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ..
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu'min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).Janganlah kamu bersembayang dalam masjid itu selamanya…
Dari kedua ayat tersebut, jelaslah bahwa masjid yang dibangun dimuka bumi ini berbeda-beda tingkatannya, sesuai dengan motivasi pembangunannya.
Rasulullah saw pun membedakan antara satu masjid dengan masjid lainnya, sehingga ada masjid yang lebih utam untuk berziarah kepadanya, seperti Masjid al-Haram, Masjid al-Nabawiy dan Masjid al-Aqsa, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى (أخرجه البخاري)
“Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Tidak disunnahkan bepergian (berziarah) kecuali kepada tiga masjid, yaitu: al-Masjid al-Haram, Masjid Rasul saw dan al-Masjid al-Qqsa”. (ditahrijkan oelh al-Bukhari, kitab al-Kusuf, bab fadlu ashshalah, I: 135)
Dalam hadis lainnya disebutkan sebagai berikut:
عن أَبَا هُرَيْرَةَ يُخْبِرُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا يُسَافَرُ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ وَمَسْجِدِي وَمَسْجِدِ إِيلِيَاءَ (أخرجه مسلم)
“Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: Bepergian (ziarah yang disunnahkan) hanyalah kepada tiga masjid, yaitu: Masjid al-KA’bah, Masjidku dan Masjid Iliya’ (Aqsha)”. (ditahrijkan oleh Muslim, I, kitab al-Hajj, no. 511/1397: 636)
Hadis tersebut menunjukkanadanya perbedaan antara satu masjid dengan lainnya. Ada masjid yang dibangun atas dasar taqwa kepada Allah SWT, ada masjid yang dibangun untuk memecah belah umat Islam atau atas dasar kufur. Ada pula masjid yang dibangun nilainya sangat tinggi, sehingga jika beribadah dimasjid tersebut pahalanya seratus ribu kali pahala dimasjid lainnya, sebagaimana diungkapkan dalam hadis Nabi saw:
الصلاة في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة رواه الصلاة في مسجدي بألف صلاة والصلاة في بيت المقدس بخمستمائة صلاة
“Salat di al-Masjid al-Haram pahalanya seratus ribu salat, dan salat di masjidku pahalanya seribu salat dan salat di Bait al-Maqdis lima ratus salat (jika dibandingkan edngan masjid lainnya)”. (ditahrijkan oleh al-Bazzar, dari Abi Darda’; as-Shan’aniy, 1960, II: 177)
Menurut at-Tahawiy, yang dimaksudkan dengan salat pada hadis tersebut ialah salat fardu, sebab salat sunnah yang paling utama adalah dirumah sendiri.
- Sebagian muballigh menyatakan bahwa berdo’a di Raudah di Masjid Nabawiy do’anya makbul. Tetapi sebagian muballigh mengatakan, bahwa tidak perlu menggunakan tempat tertentu untuk berdo’a, asalkan sudah masuk masjid sudah cukup, dan makbul. Manakah yang benar?
Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan saudara, baiklah kami kutipkan bebrapa persyaratan berdo’a. menurut jumhur ulama, persyaratan berdo’a antar lain ialah:
i. Beriman kepada Allah SWT dan memenuhi kewajiban-kewajiban kepadaNya dan meninggalkan larangan-laranganNya, sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
ii. Berdo’a langsung kepada Allah SWT tanpa perantara, sebagaimana ditegaskan dalam firmaNya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan
iii. Memperbanyak istighfar (mohon ampunan) kepada Allah SWT, sebagaimana diperintahkan Allah SWT:
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا . يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun--, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.
iv. Meyakini bahwa do’a yang diucapkan itu akan dikabulkan Allah SWT, sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya:
...ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُم ْ...
…"Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu….
v. Berdo’a disertai dengan berusaha, sebagaimana ditegaskan dalam firmaNya:
...إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ...
…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri….
Demikianlah persyaratan bagi seseorang yang berdo’a kapada Allah SWT. Apabila persyaratan tersebut terpenuhi, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya, kapan dan dimanapun ia berdo’a, dimasjid, drumah, di al-Masjid al-Nabawiy atau di al-Masjid al-Haram. Karena waktu dan tempat beribadah berbeda keadaanya, maka tentu saja ada waktu yang afdal, dan ada pula tempat yang afdal, seperti diisyaratkan dalam hadis Nabi saw:
Waktu yang afdal untuk berdo’a:
- Pada hari Jum’at, sebagaimana diungkapkan dalam suatu hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا *
“Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw membicarakan hari Jum’at, maka beliau bersabda: Pada hari Jum’at terdapat suatu saat yang tidak dijumpai oleh seorang muslim yang sedang melakkan salat danberdo’a (memohon) sesuatu kepada Allah, kecuali Dia mengabulkan do’anya, dan beliau mengisyaratkan dengan tangannya bahwa saat itu sangat singkat”. (ditahrijkan oleh al-Bukhariy, kitab Jum’at, 1:224)
- pada waktu antara azan dan iqamat, sebagaiman disebutkan dalam suatu hadis Nabi:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ ( رواه أبو داود)
“Diriwaytkan dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasululah saw bersabda: “Tidak ditolak do’a yang dipanjatkan antara azan dan iqamat”. (diriwaytkan oelh Abu Dawud, at-Tirmizi dan Ahmad; Sunan Abi Dawud, I, kitah ash-Shalah, no.521)
- Pada waktu sujud, sebagiamana disebutkan dalam suatu hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ( أخرجه مسلم )
“Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda:” Saat seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya, ialah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah do’a (ketika itu)”. (ditahrijkan oleh Muslim, no. 482, bab ar-Ruku’)
- Waktu sepertiga malam terakhir, sebagimana diungkapkan dalam suatu hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ (أخرجه البخاري)
“ Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tuhan kita yang Maha Pemberi berkah dan Maha Agung turun ke langit dunia setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam akhir, seraya berfirman: Barangsiapa berdo’a kepada-Ku maka akan Aku kabulkan. Barangsiap meminta kepada-Ku maka akan Aku beri, dan barangsiapa mohon ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni”. (ditahrijkan oleh al-Bukhariy, kitab al-Tahjjud, no. 1145)
- Ketika berpuasa, sebagimana diungkapkan dalam suatu hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ دُونَ الْغَمَامِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَتُفْتَحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَيَقُولُ بِعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ (رواه إبن ماجه)
“Dari Abi Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:” Tiga kelompok yang do’anya tidak ditolak (oleh Allah): Orang yang berpuasa hingga berbuka, Pemimpin yang adil, dan do’a orang yang teraniaya. Allah mengangkat do’a (mereka) diats awan dan membukakan baginya pintu-pintu langit, kemudian Tuhan berfirman:”Demi keagungan-KU Aku benar-benar akan menolongmu walaupun sesudah ini”. (Ibnu Majah, no. 1742)
Hadits-hadits tersebut memberi pengertian bahwa ada waktu-waktu tertentu yang lebih baik untuk berdo’a kepada Allah.
Adapun tempat tertentu yang lebih baik untuk berdo’a, dapat dilihat pada hadis yang menyatakan bahwa salat di Masjid Nabawiy pahalanya 1000 kali salat di masjid lainnya, salat di al-Masjid al-Haram pahalnya 100.000 kali dansalat dimasjid al-Aqsa pahalanya 500 kali, mengisyaratkan bahwa ada tempat-tempat tertentu yang afdal, walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit. Do’a yang dilakkan Rasulullah ditempat tertentu, juga menunjukkan bahwa tempat tersebut adalah terbaik untuk berdo’a, misalnya Nabi mendirikan salat di Maqam Ibrahim ketika bertawaf, kemudian di Shafa, ketika bersa’i. Setelah sampai di Muzdalifah beliau berdo’a dibukit Quzah, Rasulullah juga berdo’a di dekat Jamrah. (Hadis ini ditahrijkan oleh al-Bukhariy dan Muslim, diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, maaf tidak kami kutip karena hadis tersebut sangat panjang)
Hadits tentang Raudah juga mengiyaratkan adanya tempat tetentu yangsangat baik untuk berdo’a, sebagaimana diungkpakan dalamsuatu hadis:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ الْمَازِنيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ *( أخرجه مسلم)
“Dari Abdillah bin Yaid al-Maziniy, bahwa Rasulullah bersabda: “Antar rumahku dan mimbarku adalahsuatu raudah (kebun) dari sebagian kebun-kebun di surga”. (ditahrijkan oleh Muslim, I, Kitab al-Hajj, no. 500/1390: 633)
Hadis tersebut memang tidak menetapkan bahwa Raudah adalah tempat yang sangat baik untuk berdo’a, tetapi terdapat isyarat kuat bahwa tempat tersebut mempunyai keistimewaan, sebab jika tidak mempunyaikeistimewaan, niscaya Rasululah saw tidak menjelaskan secara khusus. Dari sinilah jumhur ulama berpendapat bahwa Raudah yang berada di Masjid an-Nabawiy tersebut merupakan tempat yang sangat baik untuk berdo’a. tetapi tidaklah berarti bahwa berdo’a dilain tempat tidak makbul. Sebab berdo’a dmana saja asal memenuhi persyaratan berdo’a, niscaya dikabulkan Allah SWT.